Kekerasan Seksual di KPI Mengajarkan, Gak Cuma Perempuan, Laki-laki juga Bisa jadi Korban

 

Sumber: Pexels.com

Pagi ini aku dibuat histeris, mendidih dan marah karena kasus pelecehan seksual yang dialami MS. Seorang laki-laki yang menjadi pegawai di institusi pemerintah, yaa betul KPI. Komisi Penyiaran Indonesia, ya itulah institusi yang berwenang menyaring penayangan apa saja yang boleh tayang di televisi nasional. MS membuat keterangan tentang perundungan dan pelecehan seksual yang dialaminya selama bertahun-tahun.


Ia bercerita lewat pers rilis tentang bagaimana sekelompok teman kerjanya yang kerap merundung dan melecehkannya secara seksual. Kata-kata porno sampai dicoret-coret buah zakarnya adalah perilaku aneh dan tak beradab. Apalagi jika itu dilakukan secara keroyokan.


Saya tidak pernah menyangka kejadian sekeji ini akan dialami oleh laki-laki. Laki-laki menjadi korban pelecehan seksual, dan laki-laki juga yang menjadi pelaku pelecehan seksual. Saya sampai bingung memikirkan kepuasan apa yang didapat segerombol teman MS ini dengan merundung teman laki-lakinya.


Saya kira bentuk kasus seperti ini memang seharusnya mendapat perhatian. Karena ternyata pelecehan seksual tidak hanya dialami oleh perempuan muda, anak perempuan, anak laki-laki, tapi dialami juga oleh laki-laki dewasa. Sudah tidak tahu lagi rasanya, apakah memang orang-orang yang tidak bisa mengendalikan hasrat seksualnya ini memang lebih baik di rumah saja, atau kalau keluar rumah harus bersama mahram. Lama-lama kan bahaya.


Saya jadi ingin bercerita tentang perundungan. Saya rasa perundungan dan pelecehan di kantor sebenarnya banyak terjadi. Namun tidak pernah terungkap saja.


Saya punya asumsi, bahwa pelaku mungkin tidak pernah menyadari bahwa perilakunya dapat memberi dampak yang begitu buruk bagi korban. Seperti halnya yang terjadi dengan MS ini, sampai punya depresi tak berkesudahan. Ia harus pergi ke psikiater yang saya rasa biayanya tidak sedikit.


Saya cukup jengkel ketika ada yang tanya begini,

“Kok nggak dilawan sih…?”

“Kok nggak diaduin dari awal, sampai bertahun-tahun baru speak up…”


Bagaimana mau bicara, ketika korban melapor, pihak yang menerima laporan justru menganggap enteng. Persoalan tentang pelecehan dan perundungan seringkali tidak dinilai jadi sesuatu yang gawat. Padahal dampaknya bisa menyerang psikis dan lama kelamaan ke penyakit fisik juga.


Mau tidak mau kita juga harus mengakui bahwa tempat kerja bisa saja menjadi tempat yang rentan dengan perundungan. Hal-hal subjektif tentang ketidaksukaan antara satu individu kepada individu yang lain sering jadi awal seseorang dikucilkan.


Misalnya, di suatu kantor ada perempuan yang belum nikah-nikah. Akan ditanyakan kenapa tidak nikah-nikah. Kemudian diberi saran agar segera menikah. Atau ketika ada yang mendadak memberi kabar tentang pernikahan dicurigai hamil duluan.


Padahal kita tidak pernah benar-benar tahu keadaan hidup seseorang. Bagaimana masa lalunya sehingga ia belum punya niatan menikah. Kadang ada juga kaitannya dengan pencapaian, gaji dan jabatan.


Tapi apapun sebabnya, tindakan perundungan tetap aja lah haram dilakukan. Karena kita tidak pernah tahu, perkataan seperti apa yang akan menyakiti seseorang. Kalimat seperti apa yang membuatnya kehilangan gairah hidup. 


Sementara, mungkin resign belum bisa dilakukan karena harus jadi tulang punggung keluarga. Harus ada uang yang ia hasilkan, karena beberapa orang hidup dari jerih payahnya.


Saya selalu gagal paham membaca kasus ini. Bagaimana bapak-bapak yang mungkin juga punya anak laki-laki melakukan tindakan se-keji itu.


Berita ini mencuat setelah korban speak up, lalu netizen beramai-ramai membahas sampai jadi trending. Artinya memang dari awal pihak-pihak yang seharusnya punya wewenang membantu korban tidak banyak bergerak. Saya cukup bangga melihat fakta ini, sekarang netizan Indonesia yang terkenal nyinyirnya itu akhirnya punya peran yang signifikan.


Ketika kasus dilempar ke sosial media, orang-orang ramai mengomentari dan jadi viral. Akan ada lembaga-lembaga yang menyediakan bantuan hukum. Orang-orang yang pikirannya sempit akan digaprak dengan argumen-argumen yang berpihak pada korban.


Mungkin hanya dari situlah korban mendapatkan keadilan. Yah tinggal kita tunggu saja bagaimana akhir dari kasus ini. Semoga hukum tidak jadi boomerang untuk korban. Dan ke depan akan lebih banyak lagi korban kekerasan seksual atau perundungan yang berani speak up, untuk kita dukung dan bahas bersama.

1 Response to "Kekerasan Seksual di KPI Mengajarkan, Gak Cuma Perempuan, Laki-laki juga Bisa jadi Korban"

  1. Betul sekali, siapa saja bisa menjadi korban kekerasan seksual di era seperti sekarang ini. Jadi lebih mawas diri adalah kuncinya.

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel