Wanita Karir atau Ibu Rumah Tangga itu Sama-sama Bukan Pengangguran


Rasanya menarik sekali membahas diskursus kesetaraan gender dan peran perempuan dengan perspektif yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Bisa saja tidak selesai, jika yang menjadi sorotan perempuan melulu, maka perlu adanya keseimbangan dari sudut pandang laki-laki juga. 

Komparasi antara peran perempuan di ranah domestik dan ranah publik semakin lama semakin kompleks. Apalagi Kata Mbak Najwa Shihab 
“Kebanyakan masyarakat memandang kesuksesan berkorelasi positif terhadap laki-laki, sementara kesuksesan seringkali berkorelasi negatif dengan perempuan.”
Tentu tidak ada yang salah jika seorang perempuan memilih salah satu atau kedua peran tersebut. Karena menjadi Ibu Rumah Tangga terlalu menyakitkan jika disebut menganggur, pekerjaan domestik memang sering dipandang tidak temonjo dan tentu saja tidak menguntungkan secara finansial. Padahal sebenarnya jam kerja bagi ibu rumah tangga itu tidak bisa dikategorikan sebagai seseorang yang menganggur.

Seseorang dikatakan bekerja penuh kalau selama satu minggu bekerja 35 jam atau lebih. Kemudian, seseorang dikatakan setengah menganggur kalau selama satu minggu bekerja kurang dari 35 jam. 

Sementara seseorang dikatakan setengah penganggur kritis kalau selama satu minggu bekerja kurang dari 14 jam. Jelas bukan, kalau ibu rumah tangga itu bukan pengangguran. Hla jam kerja ibu rumah tangga itu seharian penuh. Bahkan bisa 24 jam atau sepanjang hari, tidak ada tanggal merahnya lagi.

Di sisi lain, seorang ibu yang disibukkan dengan karirnya tentu akan kewalahan menyelesaikan urusan domestiknya di rumah. Karena waktunya telah dihabiskan untuk bekerja menghasilkan uang. Sepulang bekerja, sudah lelah. Tidak mengherankan jika rumahnya jadi pating slengkrah dengan uang dan emas gombalan dimana-mana. Astaghfirullah, hehe


Tentu kalau begini ceritanya, relasi dan pembagian peran ‘kesalingan’ sangat diperlukan. Laki-laki sangat diperkenankan membantu istrinya dalam urusan domestik. Sebab istri juga telah membantunya untuk merdeka secara finansial.

Bukan hal yang mengagetkan memang, ketika perempuan hari ini masih menanggung beban ganda. Tanggung jawab domestik terus melekat pada pundaknya, sementara sebagian dari mereka juga berperan dalam ranah publik.

Memiliki peran ganda tentu bukan tanggungjawab yang ringan. Ketika seorang ibu atau istri dituntut untuk menuntaskan segala persoalan. Sayapun akhirnya melakukan survey kecil-kecilan mengenai apa yang sebenarnya perempuan inginkan terhadap dirinya setelah menikah dan laki-laki inginkan terhadap istrinya setelah menikah. Survei ini saya lakukan melalui question box instagram, memang tidak ilmiah sama sekali. 

Tentu saja peserta yang menjadi target adalah kawan-kawan se-follow-an instagram saya. Mereka yang menjawab adalah kawan kuliah atau kawan satu circle-an di dunia kampus. Banyak dari mereka yang menjawab dengan lucu, meski tidak ilmiah, tapi itu tidak mengurangi substansi jawabannya. 

Hasilnya mengejutkan, ternyata sebagian besar perempuan punya keinginan untuk tetap bekerja setelah menikah. Alasan dominannya adalah ingin mandiri dan merdeka dalam mengaktualisasikan potensi diri. Tentu ini mengindikasikan bahwa pola pikir perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi sudah semakin progresif. Hidup bergantung terhadap suami sudah tidak menjadi keinginannya lagi. Juga metamorfosa hidupnya tidak hanya sekolah-kuliah-menikah.

Sementara hasil survei terhadap laki-laki lebih bervariatif. Sebagian besar dari mereka memilih demokratis mengenai keputusan istri akan berkarir atau fokus menjadi ibu rumah tangga. Hanya sebagian kecil dari mereka yang kekeuh ingin istrinya tetap di rumah.

 Saya rasa kesadaran akan kesetaraan gender hari ini mulai mendapat supporting system dari banyak pihak. Semangat menularkan pentingnya relasi gender dalam rumah tangga tidak harus diikuti dengan merendahkan seorang perempuan yang memilih untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya.

Karena memutuskan fulltime menjadi ibu rumah tangga juga tidak ada yang salah. Dengan menjadi ibu rumah tangga yang baik seseorang bisa saja berbagi tips dengan yang lain. Bisa disambi dengan menjadi mom blogger atau mom youtuber itu semua adalah pekerjaan santai dan menyenangkan. Tenang saja dunia ini akan selalu ramah dengan manusia-manusia kreatif. Maka hanya manusia primitiflah yang terus mencoba mendiskreditkan hal-hal dilakukan tidak sama dengannya.

Karena yang tak boleh dilupakan adalah menjadi ibu rumah tangga atau berkarir, perempuan tetap memiliki hak atas potensi dalam dirinya. Bukan hanya karena status pernikahan atau beban domestik dunia menjadi tidak ramah bagi perempuan mengembangkan potensinya.

0 Response to "Wanita Karir atau Ibu Rumah Tangga itu Sama-sama Bukan Pengangguran"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel