Istana Maimun, Bangunan Damai Bersejarah di Kota Medan

Sorot damai terpancar dari ornamen kuning yang melapisi bangunan berarsitektur timur tengah ini. Letaknya yang beradu dengan terbitnya matahari di sebelah timur menambah keindahan  Istana berukuran 2.772 meter persegi ini. Tempat bersemayam keluarga Sultan yang berlangsung hingga sekarang menjadi situs sejarah di Kota Medan yang menarik untuk di kunjungi. Bukan hanya Yogyakarta saja yang masih akrab dengan kehidupan istana dan sistem kerajaan.   


Tapi Pulau Sumatera yang terkenal dengan penghuni Melayunya  juga masih mempertahankan kehidupan kerajaan hingga era milenial ini. Maka jika Yogya bangga dengan Keratonnya, Sumatera Utara bangga dengan Istana Maimun.

Istana yang memilih warna khas melayu dan keislaman ini  dibangun pada 28 Agustus 1888 hingga 18 Mei 1981 pada masa  Sultan Mahmud Al-Rasyid. Bangunannya   Terdiri dari 30 ruangan yang terbagi dalam tiga bagian, yakni bangunan induk tengah, sayap sebelah kanan dan sayap sebelah kiri. Tempat  yang juga dikenal dengan sebutan Istana Putri hijau ini memiliki arsitektur bergaya Belanda, Timur tengah dan Melayu. Perpaduan sempurna juga ditambah dengan perkakas istana yang terbuat dari kayu Oah atau jati eropa.

 “Kursi sultan lebih tinggi satu hasta mata kaki dengan kursi permaisuri,” begitu keterangan pemandu wisata, Mohar Syah. Sejak dulu kehidupan istana memang terkenal dengan sistem patriarkinya, maka itulah yang menjadi perbedaan tinggi kursi sultan dan permaisuri di Istana Maimun. 

Namun pengunjung tetap dapat mengambil foto di atas kursi sultan dan permaisuri replika, yang tingginya sama. Emansipasi dan persamaan gender turut dimasukkan untuk tidak membuat kehidupan Istana jadi konservatif yang mempertahankan patriarkinya.

Berada di istana ini, pengunjung dapat merasakan nuansa kehidupan di Istana Kesultanan. Meskipun peninggalan yang disuguhkan sebagian hanya replika. Karena peninggalan asli yang berusia ratusan tahun ini telah rapuh dimakan usia. Kursi Sultan dan permaisuri yang terpajang pada ruang pertama menjadi salah satu peninggalan yang sangat dijaga, karena pengunjung dilarang mendudukinya. 

Pada ruangan tengah Istana, terdapat beberapa stan yang menyediakan sewa baju tradisional Melayu bagi pengunjung untuk mengabadikan foto bernuansa Kesultanan. Pemilik stan merupakan kerabat dekat Sultan sehingga pendapatannya langsung dikelola sendiri. “Tidak ada kontribusi untuk istana, jadi langsung masuk kantong masing-masing pos saja,” Kata Inel Putri salah satu penjaga stan.

Selain Istana Maimun terdapat pula dua tempat yang dibangun pada masa Sultan Mahmud Al-Rasyid ini. Diantaranya Taman Sri Deli yang tepat berada di depan istana dan Masjid Al Maksun yang berada di samping Taman. “Konon katanya zaman dahulu ada jalan di bawah tanah yang menghubungkan tiga bangunan itu,” Tutur Pemandu Wisata, Atika.


Masjid yang kini terkenal dengan sebutan Masjid Raya Medan ini menghabiskan dana satu juta golden pada awal pembangunannya. Konon untuk menentukan letak pembangunan masjid, dahulu sultan membuat kebijakan untuk menerbangkan kertas bertuliskan bismillah. Kemudian titik jatuhnya kertas itulah yang dijadikan tempat pembangunan Masjid Al Maksun ini.

Pemilihan nama Al-Maksun pada zaman itu juga berdasarkan pertimbangan para ulama atas permintaan Sultan. Yang memiliki arti terpelihara, hingga menjadi harapan agar masjid ini selalu terpelihara sepanjang zaman. 

Tempat bersejarah memang selalu identik dengan legenda dan unsur mistiknya. Oleh sebab itulah, bangunan Masjid Al-Maksun ini diyakini belum pernah direnovasi sejak awal pembangunannya. “Hanya penambahan cat atau ukiran-ukiarannya saja, kalau renovasi bangunan utamanya belum pernah dilakukan sejak tahun 1909,” Tutur Ridwan AS Pegawai Badan Kemakmuran Masjid Al-Maksun.

Reporter: Ririn Erviana (LPM Kronika IAIN Metro)

0 Response to "Istana Maimun, Bangunan Damai Bersejarah di Kota Medan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel